Banjir telah tiba.....

Banjir di Jakarta sudah merupakan bagian dari agenda tahunan warga Jakarta dan sekitarnya. Saya masih ingat betul ketika itu hari Kamis tanggal 17 Jan 2013, kota Jakarta diguyur hujan mulai pagi dini hari sampai sore dan akhirnya banjir terjadi dimana-mana, termasuk Jalan Protokol M.H. Thamrin depan kantor UN juga tergenang banjir mulai dari bunderan Hotel Indonesia sampai bunderan Patung Kuda di Jalan Medan Merdeka Selatan/Utara. 
Hari ini Rabu, 05 Feb 2014, sejak pagi sekitar jam 0700 wib hujan deras sudah mulai mengguyur kota Jakarta dan akhirnya bisa ditebak apa yang terjadi. Ya, akhirnya banjir mulai lagi menggenangi kota Jakarta, termasuk seluruh Jalan Medan Merdeka yang mengelilingi kawasan Monas. Kemacetan juga terjadi dimana-mana karena banyak jalan yang tergenang banjir hingga kedalaman sekitar 50cm bahkan lebih. Situasi ini bisa melumpuhkan aktifitas masyarakat Jakarta dan sekitarnya, karena akses ke pusat-pusat bisnis dan perkantoran banyak yang tergenang banjir, sehingga banyak karyawan yang akhirnya terlambat tiba di kantor. 
Curah hujan yang tinggi di wilayah Puncak Bogor dan Jakarta memang menjadi penyebab utama terjadinya banjir di Jakarta kali ini. Hal ini diperparah dengan kondisi DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung yang melewati Jakarta banyak ditempat oleh pemukim-pemukim liar yang akhirnya makin mempersempit sungai Ciliwung. Disamping itu, budaya hidup bersih dan tertib masih sangat jauh dirasakan untuk masyarakat Jakarta. Tiap hari ratusan ton sampah selalu memenuhi aliran sungai Ciliwung disaat banjir. Bahkan disaat musim kemaraupun masih banyak sampah tertampung di pintu-pintu air yang merupakan tempat pengendalian banjir di Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta rupanya sudah menyadari bahwa problem banjir di Jakarta bukan hanya bersumber dari Jakarta saja, tapi juga didukung oleh daerah-daerah penyangga Jakarta atau lebih dikenal dengan istilah BODETABEK (Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi). 
Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menggandeng tangan para pejabat di wilayah tersebut untuk mencari solusi penyelesaian banjir di Jakarta secara komprehensif. Sebagai imbasnya, ratusan vila yang berada di daerah konservasi di Puncak Bogor akhirnya banyak yang harus dirobohkan untuk mengembalikan fungsi konservasi serapan air, sehingga disaat hujan air bisa diserap oleh pepohonan di hutan tersebut. 
Tahun 2014 ini rupanya bukan hanya tahun musibah bencana di Indonesia. Bahkan beberapa negara di Eropa, Amerika, Asia dan Afrika juga mengalami musibah bencana alam antara lain banjir, tanah longsor, badai salju dan lain-lain. Namun tahun ini merupakan tahun bencana yang beruntun bagi kita bangsa Indonesia. 
Mulai dari Sumatera, Gunung Api Sinabung di kab. Karo Sumatera Utara sedang memuntahkan isi peruntya dan akhirnya ribuan penduduk di dalam radius 5 km dari kawah Sinabung harus diungsikan. Di Jawa, banjir dan tanah longsor melanda di beberapa daerah terutama ibukota Jakarta yang mulai terkena banjir sejak pertengahan Januari 2014 lalu. Di Kalimantan, banjir juga melanda wilayah Nunukan, akibat meluapnya sungai di perbatasan Indonesia-Malaysia. Di Sulawesi, Manado yang selama ini tidak pernah terkena banjir, juga mengalami banjir bandang yang luar biasa. 
Kondisi inilah yang membuat kita cukup prihatin dan perlu mengoreksi diri apakah bumi kita tercinta Indonesia ini masih ramah dengan kita atau sudah tak mau bersahabat lagi? 
Sebetulnya kalau bicara tentang banjir, bagi saya itu bukan barang baru. Kota kelahiran saya, Tulungagung, merupakan daerah rawan banjir di tahun 70-an s/d 80-an. Setiap tahun saya selalu main ke alun-alun Kota Tulungagung disaat musim banjir hanya sekedar untuk melihat-lihat suasana ramainya orang menikmati banjir. Tapi setelah era 90-an banjir sudah tidak ada lagi di Kota Tulungagung.
Banjir di Jakarta kali ini juga merupakan ujian bagi pemerintahan JOKOWI-AHOK. Pasangan Gubernur DKI dan Wakilnya ini memang lagi puyeng mikirin banjir Jakarta yang tidak ada habisnya di musim hujan. Upaya untuk mengurangi curah hujan di Jakartapun juga dilakukan bekerjasama dengan BPPT, BNPB dan TNI AU dengan melakukan rekayasa hujan buatan. Bahkan konon kabarnya biaya yang dianggarkan sekitar 20 M. Namun ternyata, upaya inipun diakui oleh BPPT belum maksimal hasilnya, karena ternyata curah hujan yang turun di Jakarta semakin lebat saja. Disamping itu, upaya normalisasi beberapa waduk di Jakarta utara juga sudah dikerjakan dan hasilnya lumayan untuk mengurangi banjir. Berdasarkan laporan BPPT, kerugian banjir tahun 2014 lebih kecil dibanding 2013. Banjir 2013 mengakibatkan kerugian sekitar 20 trilyun, sedangkan banjir tahun 2014 ini mengakibatkan kerugian sekitar 12 trilyun. Tapi kita patut apresiasi kinerja Gubernur Jokowi dan Wakilnya AHOK dalam mengatasi segala kesemrawutan hiruk-pikuk kehidupan masyarakat di Jakarta. Beberapa hasil pekerjaannya sudah bisa dilihat antara lain: Kampung Deret, Rumah Susun untuk para penghuni tanah negara di waduk Pluit, Penertiban PKL Tanah Abang di Pasar Blok G Tanah Abang, dan masih banyak lainnya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Komisi III DPR RI ke Sudan

Pendidikan Pengembangan Spesialis Bahasa di Sebasa Polri 2010 Gel. I

Security Certification Program Course 96 Nairobi, Kenya